Salah kaprah bid'ah

Satu kelompok mengatakan bahwa bid'ah itu sesuatu yang baru dalam agama. Sehingga muncul kesimpulan bahwa tidak ada bid'ah hasanah (yang baik) dalam agama (syariat) karena semua bid'ah itu dholalah (sesat) dan ujungnya di neraka. 

Kelompok yang lain membid'ahkan bahkan sampai urusan duniawi karena jengkel dengan kesimpulan kelompok pertama. Sehingga mengatakan bid'ah terhadap microfon yang digunakan untuk adzan, jam dinding yang dipakai patokan waktu sholat, kalau berangkat haji naik onta saja karena pesawat terbang itu bid'ah. Telepon, internet, radio, televisi itu semua bid'ah. Tidak boleh digunakan sekalipun untuk sarana da'wah (syi'ar islam).

Maka pertanyaan kritisnya adalah mana batasan nya kalau ini termasuk perkara duniawi dan mana yang masuk syariat. 

Seperti contoh bagaimana sayyidina umar berijtihad sholat tarawih 23 rokaat dan terus menerus berjamaah sementara nabi hanya 2 kali berjamaah. Itupun beliau tidak meniatkan berjamaah. Hanya diikuti oleh para sahabat namun nabi tidak melarang (taqriri). Murni Inisistif sahabat karena inginnya mereka mengikuti semua hal yang nabi kerjakan. Berhentinya pun karena takut diwajibkan adalah kesimpulan yang perlu ditinjau ulang kesahihan riwayatnya dari sisi matan karena kalau lah benar rasa takut itu sebagai alasan utama maka tentu nabi tidak akan maksanakan sholat malam terus menerus karena takut diwajibkan juga kepada umatnya karena sahabat mencontoh nabi mengerjakan tiap malam. Dan tentu  tidak akan turun ayat yang khusus mewajibkan sholat malam untuk nabi dan tidak untuk mu'minin. 

Belum lagi kalau bicara jumlah rokaat. Karena nabi tidak lebih dari 11 baik di bulan ramadhan maupun diluar ramadhan.

Apakah sholat bukan syariat ? Lalu kenapa sayyidina umar berani nambah ? Apa mungkinkah beliau tidak paham bid'ah ? 

Lalu ada yang melakukan pembelaan dengan hujjah "itu kan sunnah ?" Jika benar asumsi ini maka melaksanakan peringatan maulid yang dianggap bid'ah juga merupakan sunnah karena membaca solawat dalam berbagai bentuk seperti membacakan siroh beliau dalam bentuk untaian syair-syair adalah juga merupakan sunnah dan suatu bentuk kecintaan bahkan kewajiban setiap mu'min kepada nabi.

Sebenarnya masih banyak contoh lain yang menjadikan rancu apakah perbuatan itu termasuk ranah syariat ataukah masalah duniawi saja. Ataukah merupakan irisan diantara keduanya. Karena memisahkan syariah dengan urusan duniawi adalah hal yang sulit dilakukan karena islam mengatur kehidupan umat nya 24 jam bahkan sampai hal-hal duniawi semisal hubungan suami istri sekalipun, potong kuku, cukur rambut, masuk keluar kamar mandi. 

Sehingga dapat disimpulkan bahwa menolak adanya bid'ah hasanah sebagai bid'ah lughowi (dari segi bahasa) untuk sekedar membenarkan perbuatan sayyidina umar agar tidak disebut bid'ah adalah upaya hilah (cari pembenaran saja) dan masih debatable (patut diuji kebenarannya). 

Link : salah-kaprah-tentang-bidah

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Utsman bin Affan r.a. dan para istrinya

Kontroversi hadits puasa dan sedekah

Pembahasan tentang Nur Muhammad