Mentaati penguasa (pemimpin, pemerintah)
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
اسْمَعُوا وَأَطِيعُوا وَإِنِ اسْتُعْمِلَ حَبَشِيٌّ كَأَنَّ رَأْسَهُ زَبِيبَةٌ
“Dengarlah dan taat, meskipun penguasa (pemimpin) kalian adalah seorang budak Habsyi (budak dari Ethiopia), yang kepalanya seperti kismis (anggur kering, keriting)” (HR. Bukhari no. 693)
Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma mengatakan, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ كَرِهَ مِنْ أَمِيرِهِ شَيْئًا فَلْيَصْبِرْ، فَإِنَّهُ مَنْ خَرَجَ مِنَ السُّلْطَانِ شِبْرًا مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً
“Barangsiapa membenci tindakan (kebijakan) yang ada pada penguasanya, hendaklah dia bersabar. Karena siapa saja yang keluar dari (ketaatan) terhadap penguasa (seakan-akan) sejengkal saja, maka dia akan mati sebagaimana matinya orang-orang jahiliyyah.” (HR. Bukhari no. 7053 dan Muslim no. 1849. Lafadz hadits ini milik Bukhari.)
Sahabat ‘Ubadah bin Shamit radhiyallahu ‘anhu mengatakan,
دَعَانَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَبَايَعْنَاهُ، فَقَالَ فِيمَا أَخَذَ عَلَيْنَا: أَنْ بَايَعَنَا عَلَى السَّمْعِ وَالطَّاعَةِ، فِي مَنْشَطِنَا وَمَكْرَهِنَا، وَعُسْرِنَا وَيُسْرِنَا وَأَثَرَةً عَلَيْنَا، وَأَنْ لاَ نُنَازِعَ الأَمْرَ أَهْلَهُ، إِلَّا أَنْ تَرَوْا كُفْرًا بَوَاحًا، عِنْدَكُمْ مِنَ اللَّهِ فِيهِ بُرْهَانٌ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berdakwah kepada kami dan kami pun berbaiat kepada beliau. Maka Nabi mengatakan di antara poin baiat yang beliau ambil dari kami, Nabi meminta kepada kami untuk mendengar dan taat kepada penguasa, baik (perintah penguasa tersebut) kami bersemangat untuk mengerjakannya atau kami tidak suka mengerjakannya, baik (perintah penguasa tersebut) diberikan kepada kami dalam kondisi sulit (repot) atau dalam kondisi mudah (lapang), juga meskipun penguasa tersebut mementingkan diri sendiri (yaitu, dia mengambil hak rakyat untuk kepentingan dirinya sendiri dan kroni-kroninya), dan supaya kami tidak merebut kekuasaan dari pemegangnya (jangan memberontak), Kecuali jika kalian melihat kekafiran yang nyata (tampak terang-terangan), dan kalian memiliki bukti di hadapan Allah Ta’ala bahwa itu adalah kekafiran.” (HR. Bukhari no. 7056 dan Muslim no. 1709)
Dari Nafi’, dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ عَلَى المَرْءِ المُسْلِمِ فِيمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ، مَا لَمْ يُؤْمَرْ بِمَعْصِيَةٍ، فَإِذَا أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلاَ سَمْعَ وَلاَ طَاعَةَ
“Mendengar dan taat adalah kewajiban setiap muslim, (baik perintah yang diberikan oleh penguasa) adalah hal-hal yang dia sukai atau dia benci, selama penguasa tersebut tidak memerintahkan maksiat. Jika penguasa tersebut memerintahkan maksiat, maka tidak ada (kewajiban) mendengar dan taat (dalam perintah maksiat tersebut).” (HR. Bukhari no. 7144 dan Muslim no. 1839)
Pembahasan :
Dari keempat hadits diatas, maka dapat disimpulkan bahwa ketaatan kepada penguasa, pemimpin, pemerintah adalah ketaatan yang berbatas, tidak mutlak. Artinya, jik mereka tidak menjalankan hukum Allah maka berlaku 2 (dua) hal :
1. Jika hukum Allah yang dilanggar itu adalah kemaksiatan maka berlaku amar ma'ruf nahi mungkar, yang menjadi jihad utama sebagaimana sabda nabi saw. : "sebaik-baik jihad adalah menyampaikan yang haq kepada penguasa dholim". Contoh kemaksiatan jenis ini adalah korupsi, kolusi, nepotisme, memberatkan rakyat dengan pajak yang tinggi, dan sebagainya.
2. Jika hukum Allah yang dilanggar itu sudah berupa kekafiran yang nyata (terang-terangan) maka diizinkan memberontak atau menjatuhkannya. Hal ini juga menjadi dalil (hujjah) nyata keharamannya memilih pemimpin kafir.
Jangan sampai kita terjebak pada salah penafsiran terhadap masalah ini sehingga kita terjerumus dalam pemahaman murji'ah, yaitu mentaati pemerintah secara mutlak sekalipun mereka berbuat kemaksiatan, sekalikpun mereka berbuat kekafiran. Dan jangan pula kita salah menafsirkan seperti pemahaman khowarij yang gampang memberontak atau menjatuhkan penguasa, hanya karena penguasa tersebut berbuat kemaksiatan yang tidak sampai kepada derajat kekufuran. Wallohu a'lam.
Komentar
Posting Komentar
Silahkan sampaikan komentar anda terhadap postingan (tulisan) ini. Terima kasih